ans!!
BLOG JPW DITUJUKAN UNTUK BERSAMA-SAMA MEMBANGUN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK SERTA PEMBELAJARAN BERSAMA UNTUK MENDORONG PERUBAHAN YANG BERKEADILAN SOSIAL DI KABUPATEN JOMBANG. ANDA BISA BERGABUNG DENGAN JOMBANG PARLIAMENT WACTH MELALUI PERTEMANAN DI BLOG MAUPUN AKUN JEJARING SOSIAL
IKLAN SOSIAL : MENYUARAKAN PERUBAHAN DEMI KEADILAN & KESETARAAN
Gerak-kan peng-arusutama-an gender (kesetaraan posisi & peran) dalam pembangunan. Tidak ada sedikitpun beda antara laki-laki dan perempuan dalam membangun bangsa dan meningkatkan kualitas kehidupan berdemokrasi di manapun dalam sebuah bangsa. Bila dibedakan, maka diskriminatif. Dan bila diskriminatif maka 'menyakiti' salah satunya. Menyakiti adalah tindak Kekerasan. STOP KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN..!!! (Hari Perempuan Sedunia).
Pendidikan merupakan investasi Sumber Daya Manusia Jangka Panjang Bagi Kemajuan suatu Negara/Daerah. Tidak boleh ada sedikitpun pembedaan dalam mendapatkan Pendidikan di manapun dalam sebuah Negara/Daerah. Negara/Daerah wajib menjamin terpenuhinya hak setiap warga Negara/Daerah mendapatkan Pendidikan yang Berkualitas & Terjangkau (GRATIS 12 Tahun). STOP DISKRIMINASI & KOMERSIALISASI PENDIDIKAN.
APBD is Alat/Produk Politik untuk Memenuhi HAK-HAK ASASI Masyarakat

Senin, 05 Maret 2012

Pansus DPRD Kabupaten Jombang yang Perlu ‘PANSUS’


Didalam media lokal Jombang, beberapa hari yang lalu, diberitakan bahwa kerja Panitia Khusus (Pansus) Revisi Perda Pemerintahan Desa DPRD Jombang masih belum tuntas dalam waktu dekat. Masih dibutuhkan kajian mendalam oleh tim kecil.

Sebelumnya, perwakilan fraksi-fraksi dalam rapat internal Pansus menyampaikan perbedaan pendapat yang didasarkan pada kepentingan politik masing-masing, terutama menyangkut perbedaan pendapat pada revisi pengaturan masa jabatan perangkat desa. Masih ada yang menghendaki masa jabatan perangkat desa dengan batasan usia 60 (enam puluh) tahun, ada yang menginginkan pembatasan secara periodik 10 tahun, 20 tahun bahkan ada yang menghendaki jabatan itu seumur hidup.

Jelas, pengelolaan urusan desa adalah domain (sepenuhnya menjadi tanggung jawab) Pemerintahan Desa. Hal itu sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Saat ini sedang dibahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Desa, agar pengaturan desa memiliki dasar hukum yang lebih tegas dan jelas berdasar konstitusi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Pemerintahan Desa adalah unsur pemerintahan terkecil yang paling dekat dengan rakyat dan yang paling dekat mendapatkan kontrol langsung dari rakyat. Dinamika hubunfan antara masyarakat desa dengan para pemimpin lokalnya menjadi cermin hubungan antara negara dengan rakyat. Karenanya, kebaikan sebuah negara akan tercermin sebagiannya didalam kondisi desa.

Bila pengelolaan urusan desa telah jelas dan tegas, berbeda dengan pengaturan urusan desa. Pengaturan desa selalu menjadi medan magnet politik kepentingan; mulai dari pengaturan oleh pusat, daerah, desa, hingga golongan-golongan dan pribadi-pribadi. Apa yang diperebutkan ?.

Dari banyak analisa, komunitas desa adalah market politik potensial yang bisa digerakkan pada periode tertentu. Kondisi desa adalah obyek politik dari banyaknya proyek pembangunan. Dan sumberdaya desa menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi mereka yang berkepentingan menguasai desa. Pada mulanya, desa adalah ladang pengabdian bagi mereka yang ingin mengembangkan kehidupan sosial politik yang lebih baik.

Saat ini tarik ulur pengaturan desa (regulasi daerah) sedang terjadi di gedung DPRD Kabupaten Jombang. Suara politik yang berkembang bermacam-macam sesuai dengan kepentingan politik yang berkembang, apalagi bila pengaturan itu diletakkan pada kepentingan politik PILKADA 2013-2014. Apapun kepentingan politiknya, letakkan keseluruhanya pada kepentingan maksimalisasi fungsi pelayanan kepada masyarakat desa, bukan menguasai jasa pelayanan kepada masyarakat desa.

Tidak banyak diketahui publik Jombang, bahwa Perda No. 6 Tahun 2006 tentang Organisasi Pemerintah Desa telah dievaluasi dan mendapat catatan kajian untuk keperluan revisi oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur berdasar Asas Dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat. Semestinya, revisi dari Gubernur (menjalankan asas dekonsentrasi atas nama Menteri Dalam Negeri) -saat itu- dijadikan patokan perubahan pada Perda No. 6/2006. Kenyataannya, kepentingan politik ‘penguasa’  di kabupaten jauh lebih kuat dibanding kewenangan desa dalam mengatur rumah tangganya sendiri. “Blunder”, itulah yang terjadi saat ini.

Sekurangnya terdapat 15 item revisi/catatan Gubernur atas Perda No. 6/2006. Pemerintah Propinsi Jawa Timur telah mengeluarkan surat Nomor : 188/2716/013/2007, tertanggal 6 Maret 2007, perihal pengkajian Perda Kabupaten Jombang nomor 6,7,8,9,10 dan 16 tahun 2006. Diantara catatan untuk revisi itu antara lain :
pasal 2 ayat (4) : “Jumlah perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat”. Jelas dan tegas bahwa jumlah perangkat diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah desa untuk mengaturnya berdasar kebutuhan.
setelah pasal 2, ditambah 3 pasal baru yang salah satu pasalnya dibaca : “Pelaksana teknis lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf b terdiri dari Jogoboyo, Jogowaluyo, Jogotirto, Modin yang jumlah dan kedudukannya disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat”. Kejelasan penamaan pelaksana teknis menjadi penegasan terhadap fungsinya yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat desa berdasar urusan/kepentingan masyarakat yang berkembang.
pasal 6 ayat (3), kalimat : “….yang diperkuat hasil pemeriksaan badan pengawas daerah” DIHAPUS. Demikian pula dengan ayat (4), kalimat : “…dengan memperhatikan pertimbangan badan pengawas daerah” DIHAPUS. Kondisi ini menegaskan bahwa pemerintahan desa bukanlah unit kerja dari pemerintah kabupaten yang mengharuskan ada kontrol dari badan pengawas daerah.
pasal 14 diubah menjadi : “(1) Tindakan penyidikan terhadap kepala desa dilaksanakan settelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati; (2) dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari semenjak diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat dilakukan”.
pasal 36 : “masa jabatan perangkat desa berakhir apabila perangkat desa yang bersangkutan telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun” SUPAYA DIUBAH dengan menetapkan jangka waktu masa jabatannya sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat (5) huruf c Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, dan dapat dipilih kembali maksimal satu kali masa jabatan. hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya rasa kejenuhan terhadap perangkat desa yang terlalu lama menjabat dan juga supaya adanya regenerasi dalam pemerintahan desa.

Secara khurus mengenai jabatan perangkat desa, tegas dan jelas catatan tersebut menghendaki pengaturan masa jabatannya diserahkan kepada Desa, walaupun PP 72/2005 tentang desa mengamanatkan pengaturan lebih lanjut diatur dalam Perda yang juga memuat masa jabatan perangkat desa. SIAPA, DI WILAYAH MANA yang paling berkepentingan terhadap masa jabatan perangkat desa?. Prinsip Regenerasi, Sirkulasi kepemimpinan, dan mengantisipasi potensi kejenuhan terhadap perangkat desa serta efektifitas fungsi pelayanan terhadap masyarakat yang melekat pada fungsi perangkat desa, menjadi DASAR UNTUK DIPERTIMBANGKAN.

5 tahun atau dua kali masa jabatan (dapat dipilih kembali), 7 tahun atau dua kali masa jabatan (dapat dipilih kembali), 10 tahun atau dua kali masa jabatan (dapat dipilih kembali), atau di antara pilihan masa itu; KESELURUHANNYA ADALAH PILIHAN. Yang jelas diamanatkan adalah PERIODESASI MASA JABATAN PERANGKAT DESA.
BERGABUNG DENGAN JOMBANG PARLIAMENT WACTH
Bila Anda Telah Tergabung Dalam Komunitas Jombang Parliament Wacth, Anda Bisa Membagi dan Meminta Berbagi Informasi/Dokumen Publik Yang Penting Untuk Diketahui Oleh Khalayak Jombang. INBOXJPW melalui akun Facebook